PEMBELAJARAN YANG MENCERDASKAN

Sebagai bahan refleksi tentang pembelajaran yang mencerdaskan bagi guru, mari kita baca penggalan kalimat di bawah ini”

Gambar Guru Profesional

Mengajar itu sesuatu yang memberatkan
Mengajar itu sesuatu yang menjemukan
Saya mengajar karena dipaksa
Saya mengajar karena terpaksa
Saya mengajar karena ada yang mengawasi
Saya mengajar karena digaji atau dihonor
Saya mengajar karena  diberi tunjangan sertifikasi

 (walaupun sering terlambat)
Saya mengajar karena tugas
Saya mengajar karena tuntutan profesi
Saya mengajar dengan penuh pengorbanan
Saya mengajar agar siswa mengerti
Saya mengajar agar siswa paham
Saya mengajar agar siswa tumbuh inspirasi
Saya mengajar karena panggilan hati
Dan Saya mengajar harus berkualitas agar muridku cerdas
Walau honorku belum begitu pantas.

Tidak ada yang instan dalam setiap kegiatan, tak terkecuali dalam pembelajaran. Sudah ratusan atau ribuan kali guru mengucapkan dan mendengarkan tentang kata “Pembelajaran”, tetapi mengapa belum memiliki efek positif terhadap hasil dari pembelajaran itu sendiri. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut mudah saja, bahwa setiap guru mengajar harus “berkualitas” agar dihasilkan pembelajaran yang berkualitas. 

Pembelajaran yang berkualitas tidak serta merta dapat dilaksanakan langsung di depan kelas. Pembelajaran butuh persiapan,  butuh wawasan, butuh sarana dan lingkungan yang mendukung, dan semua itu butuh pengorbanan, laksana kerang mutiara yang terluka. Mutiara adalah benda indah yang dihasilkan dari hidup yang terluka, air mata dari kerang yang cidera. Kekayaan kita dihasilkan dari hidup yang terluka, jika kita tidak cidera, kita tak akan bisa menghasilkan muitiara (Stephan Hoeller, Calak Edu;2012;39).

Otak siswa butuh keindahan, maka persiapkan ruangan belajar sebaik mungkin, bersihkan lantai dari sampah dan debu, serta hiaslah dinding tembok kelas siswa Anda dengan gambar-gambar dan ornament serta warna-warni  hasil pekerjaan siswa Anda seperti layaknya Anda mengajar di Taman Kanak-Kanak (TK) atau di Sekolah Dasar (SD). Menata penampilan Anda di depan kelas agar terlihat menarik dan siswa tidak jenuh memandang Anda ke depan. Itu lebih baik dari pada mata siswa berkeliaran kemana-mana menembus batas jendela.

Siswa butuh keamanan dan ketentraman di kelas. Buatlah kesepakatan-kesepakatan tertulis yang disetujui oleh seluruh siswa di kelas, biarkan mereka membubuhkan tanda tangan di selembar kertas karton berwarna kuning keemasan, dibingkai dan di gantung di dinding kelas. Anda sebagai guru dapat mengamati siswa mana yang akan menjadi  pengganggu ketentraman dan ancaman keamanan  kelas. 

Jangan menunggu ledakan. Sistem administrasi harus dijalankan di kelas mulai dari absensi kelas, jurnal kelas, buku harian atau catatan buku pelanggaran. Semua yang tercatat jangan sekali-kali dijadikan sebagain alat untuk menghukum siswa, tetapi jadikanlah sebagai  bahan refleksi agar ke depan siswa  berperilaku dan berprestasi lebih baik. Sepanjang siswa tidak memiliki kelainan dan keterbelakangan “mental” serta pikiran, maka siswa manapun berhak ada di dalam kelas dan belajar sebagaimana layaknya siswa lain.

Siswa butuh kedamaian di dalam kelas. Kesan pertama ketika siswa melihat Anda akan terus “terpatri”. Wajah Anda akan terus dikenang selama 2-6 jam pelajaran berlangsung. Para siswa akan merekam fisik dan psikis Anda dalam memori jangka pendek maupun memori jangka  panjangnya. Sambil menerima pelajaran yang Anda sajikan, otak mereka akan terus menduga-duga keramahan dan kebaikan apa yang hendak diterima, atau sebaliknya, sangsi dan hukuman apa yang akan mereka rasakan. 

Para siswa akan selalu mengawasi  gerak-gerik Anda dan setiap siswa pasti terlibat pertengkaran batin antara diam dan bicara, bertanya atau diam saja walaupun tidak mengerti apa yang sedang dipelajari. Profesionalisme Anda akan menjadi  ukuran dihadapan para siswa, kebijaksanaan, ketelatenan, dan kesabaran Anda akan menjadi sentuhan pelipur lara dari ketidakberdayaan mereka. Percayailah mereka, beri kesempatan  untuk bangkit. Bukannya mereka tidak bisa, tetapi mereka hanya tertinggal beberapa langkah di belakang Anda dan ingin belajar agar seperti Anda.

Siswa selalu lupa apa yang baru dipelajari. Ini masalah klasik. Pembelajaran seperti layaknya menggores luka pada dinding tembok beton kokoh yang tidak dapat dipecahkan oleh apapun juga. Jika goresan di tembok  dianggap sebagai otak ingatan siswa, maka seberapa dalam Anda menggores tembok sehingga tembok menjadi  terluka oleh  goresan Anda. 

Banyak ragam metode dan model pembelajaran yang digunakan oleh guru, dan itu syah-syah saja, karena seorang guru tentunya sudah mengukur kemampuan apa yang terbaik sehingga suatu materi berhasil ditransfer kepada siswanya. Tetapi ketahuilah bahwa setiap meteri pelajaran memiliki tingkat kerumitan pemahaman yang berbeda-beda. 

Dalam otak siswa  terdapat “ingatan jangka pendek” dan “ingatan jangka panjang”. Informasi yang disampaikan secara “sekelebat” dan tidak ada pengulangan maka akan mudah dilupakan, tetapi informasi yang disampaikan  melalui suatu proses “auditori, visual, dan kinestetik” akan masuk ke dalam ingatan jangka panjang siswa dan menjadi sesuatu yang tak terlupakan. Peristiwa-peristiwa tertentu dan luar biasa akan mudah dikenang dari pada sebuah rutinitas yang kurang bermakna. Pembelajaran seharusnya memperhatikan hal yang demikian. Semakin banyak cara pendekatan, metode dan model yang digunakan dalam pembelajaran, maka otak siswa akan merekamnya secara berulang-ulang.

Mengajarlah seperti cara siswa belajar. Sebagian guru menganggap ini hal yang mustahil, merepotkan, dan menyusahkan, sehingga guru sering dibuat “emosi”. Mengajar seperti siswa belajar tidak sesulit seperti yang dibayangkan. Justru ini sesuatu yang dapat menggores tembok otak ingatan siswa. Siswa akan menerima sajian pembelajaran yang bervariasi, tidak membosankan, dan penuh makna. 

Dalam pembelajaran tidak selalu satu kali guru menjelaskan atau memperagakan sesuatu lalu kemudian siswa menjadi paham. Ini menjadi titik balik guru untuk menjelaskan kembali dengan “cara / metode / model” yang berbeda, karena setiap siswa memiliki kecerdasan yang berbeda-beda (Gardner.1983). Ketika siswa Anda dijelaskan dengan cara auditori masih tidak mengerti, maka ubahlah cara mengajar guru dengan cara visual atau kinestetik, sehingga siswa dapat merangkai penjelasan guru sesuai dengan pemahaman yang baru diterimanya. Untuk dapat mengajar secara auditori, visual maupun kinestetik maka guru harus menambah wawasan dengan berbagi  cara pembelajaran dengan sesama guru mata pelajaran, membaca, atau berinovasi sendiri melalui berbagai karya pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru lain.

Mengapa siswa tetap gagal. Banyak sekolah-sekolah menyebut bahwa para siswa telah lulus, namun kenyataan sebetulnya bahwa siswa tersebut telah gagal. Para siswa ini menyelesaikan belajarnya di sekolah semata-mata hanya karena kita terpaksa menaikkan dan meluluskan mereka, tidak peduli apakah mereka memahami segala sesuatu yang diajarkan atau tidak (John Holt; 2010;5). Sebenarnya masih terdapat lebih banyak lagi siswa yang demikian dari pada yang kita bayangkan. Seandainya sekolah atau pemerintah menaikkan “standar mutu pendidikan” yang lebih tinggi lagi seperti yang diinginkan oleh banyak pihak, maka kita akan segera menemukan lebih banyak lagi persentase siswa yang demikian (gagal). Mengapa ini dapat terjadi ?. 

Menurut John Holt, semua itu terjadi karena “rasa takut, bosan dan bingung”. Mereka para siswa takut mengecewakan banyak orang dewasa yang ada di sekitarnya. Jika kita bisa mengubah rasa takut menjadi suatu keberanian untuk mencoba, kebosanan menjadi sesuatu yang mengasyikkan, dan kebingungan menjadi sebuah kepastian, pastilah belajar merupakan sesuatu yang menyenangkan.

Mengapa nilai Ulangan siswa selalu jeblok?. Sebagian guru mengatakan itu adalah hal yang biasa terjadi secara rutin, bahwa ulangan siswa nilainya selalu demikian siapapun gurunya dan siapa pun Kepala Sekolahnya. Ini jawaban normatif dan tidak salah-salah amat. Tetapi seorang pakar assessment siswa (Burhanuddin Tola; Seminar Pendidikan, 16/12/2012)  dapat memberikan penjelasaan secara sederhana sebagai berikut, (1) Kedalaman dan keluasan indikator pembelajaran yang diberikan kepada siswa setiap sekolah tidak sama dengan kedalaman dan keluasan indicator soal, (2) Metode belajar yang digunakan oleh setiap guru dalam menjabarkan indikator pembelajaran berbeda satu sama lain, disesuaikan dengan sarana yang ada. Ini tantangan bagi para guru, sanggupkan para guru mendiskusikan ke dua hal tersebut sebagai salah satu bahan kajian dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan prestasi akademik siswa di Satuan Pendidikan. Semoga ……!

0 comments:

Posting Komentar