Upacara Bendera

Instilling Love for the Motherland through a Flag Ceremony at SD Negeri Ngemplak II Baureno Bojonegoro.

The creativity of SDN Ngemplak II students in the “Kriya Anyam” competition

Motto : SD Negeri Ngemplak II Cerdas, Aktif, Kreatif, Educative dan Peduli.

Sekolah Penggerak Angkatan III

Pengembangan hasil belajar siswa secara holistic, mencakup kompetensi (literasi dan numerasi) dan karakter, yang diawali dengan SDM yang unggul.

PRAKTIK BAIK

Pengalaman baik yang diangkat dari aktivitas guru dan siswa dalam program sekolah.

KOMBEL GEN CAKEP SDN NGEMPLAK II

Sarana Belajar dan berbagi baktik Baik serta Refleksi Pembelajaran.

GAJI PNS DIRANCANG SINGLE SALARY SYSTEM




Berdasarkan PP No.7 Tahun 1977 tentang Gaji PNS, penghasilan sah yang diterima seorang pegawai negeri sipil terdiri atas gaji pokok, kenaikan gaji berkala, kenaikan gaji istimewa, tunjangan, serta Honorarium. Dalam implementasinya, sistem penggajian ini masih menyisakan beberapa permasalahan karena besaran gaji yang diberikan dirasakan kurang memenuhi unsur kehidupan layak, gaji PNS kurang kompetitif dan tidak memenuhi prinsip “equity”.
Kondisi tersebut memberikan efek kurang memotivasi pegawai untuk bekerja secara kompetetif karena variabel penggajian hanya mempertimbangkan masa kerja & golongan ruang. Selain itu, tunjangan (jabatan struktural) lebih besar dari gaji pokok sehingga ketika seorang pegawai pensiun, maka akan terjadi penurunan penghasilan yang sangat signifikan karena besaran pensiun didasarkan pada gaji pokok.
Untuk melakukan perbaikan, maka BKN tengah melakukan focus group discussion (FGD) draft penataan sistem penggajian pemberian tunjangan dan fasilitas PNS menuju pada sistem yang adil dan layak, yang berdasarkan tugas, tanggung jawab, beban kerja serta kinerja dengan sistem single salary. salah satu kegiatan FGD dilaksanakan pada jum’at (5/04) di ruang rapat Kanreg I BKN Yogyakarta. FGD ini menghadirkan mantan rektor UGM yang sekaligus mantan Kepala BKN Prof. Sofyan Effendi, perwakilan dari Kementerian Keuangan, Sekretariat Negara, dan beberapa perwakilan BKD
Dalam konstruksi Single Salary System, pegawai hanya akan diberikan gaji bersih. Anatomi Single salary system terdiri atas unsur jabatan, kinerja, serta grade+step. Single salary system mengakumulasi berbagai jenis penghasilan dan menetapkan komponen penghasilan menjadi satu jenis penghasilan (gaji jabatan). Sistem penggajian PNS berbasis jabatan tidak lagi mendasarkan pangkat dan golongan ruang, tetapi didasarkan bobot/grade jabatan (evaluasi jabatan). Penetapan besaran gaji terendah harus mempertimbangkan standar kehidupan layak (cost of living), besaran gaji di sektor swasta atau BUMN untuk semua jenjang jabatan setara
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiSdY_JAqSF9Ut-ifouBJL8gQyM9RWYCbXUY9Ao1WPGiia2AV-qXp03id3tm-x5cz4cUlmnXMfe93LPN71UOJTzO61ylogpI1cZCIHJ4GKqrNUhq2_j0n_8i4yw2ww6adg-Qd4e0SUOFMK/s1600/Single+Salary+2.jpg


(Tabel gaji PNS berdasarkan jabatan dan kinerja)
Selain penghasilan yang diterimakan secara langsung, juga dimungkinkan pemberian tunjangan lainnya (tunjangan operasi pengamanan pada pulau-pulau kecil terluar dan wilayah perbatasan, tunjangan daerah terpencil, daerah konflik, tunjangan resiko bahaya). Sementara Penghasilan PNS yang tidak diterimakan secara langsung meliputi: tunjangan pajak iuran kesehatan & kecelakaan kerja, iuran pensiun dan THT, iuran tabungan perumahan, iuran jaminan pendidikan bagi putera-puteri PNS, serta uang pengganti cuti. (Rdl)

Pendidikan Karakter di SD Negeri Kadungrejo I Kecamatan Baureno melalui Etika Jawa




Pendidikan Karakter
di SD Negeri Kadungrejo I Kecamatan Baureno
melalui Etika Jawa
Etika Jawa: Sumber Kearifan Lokal
Sebagai Sarana Pembentuk Karakter Siswa
Oleh Sukis, S.Pd
Kepala SD Negeri Kadungrejo 
Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro

 Karakter merupakan aspek penting dari kualitas sumber daya manusia (SDM) karena kualitas karakter bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter adalah titian ilmu pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Pengetahuan tanpa landasan kepribadian yang benar akan menyesatkan dan keterampilan tanpa kesadaran diri akan menghancurkan. Karena itu, karakter menjadi prasyarat dasar dan integral. Karakter itu akan membentuk motivasi, pada saat yang sama karakter dibentuk dengan metode dan proses yang bermartabat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak (1995:445). Jadi, karakter bukan sekadar penampilan lahiriah, melainkan secara implisit mengungkapkan hal-hal tersembunyi. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Masa globalisasi yang penuh dengan perubahan dan ekspektasi kompetitif sangat memerlukan karakter-karakter kuat dan tangguh sebagai sarana memperkuat jati diri, keunggulan, dan kemandirian yang kuat. Pendidikan karakter yang merupakan dari bagian pendidikan nilai harus diorientasikan kepada perilaku  siswa ke arah penguatan moral seperti religius, kejujuran, bekerja keras, rasa tanggung jawab, serta kepedulian terhadap orang lain. Pendidikan karakter berperan sangat penting dalam memperkuat softskill dan penanaman kepribadian positif bagi siswa. Pendidikan karakter bukan sekedar budi pekerti, kesantunan dalam hidup melainkan pelajaran dalam menyikapi hidup itu sendiri.
Pendidikan karakter dapat dibentuk melalui penanaman berbagai nilai yang dikembangkan berdasarkan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat. Pendidikan karakter berkearifan lokal adalah pendidikan karakter yang dikembangkan berdasarkan produk kebudayaan masyarakat pendukungnya. Produk kebudayaan yang dimaksud mencakup filosofi, nilai-nilai, norma, etika, folklore, ritual, kepercayaan, kebiasaan dan adat-istiadat. Pendidikan karakter yang bersumber pada kearifan lokal menyelamatkan generasi bangsa dari krisis identitas akibat pengaruh-pengaruh luar.
Sebagai sebuah sekolah yang berada dipinggiran bantaran Bengawan Solo yang bisa dikatakan sebuah sekolah yang berada dipelosok pedesaan merupakan daerah yang  multikultural, dimana masyarakatnya mempunyai aneka ragam kearifan lokal. Kearifan lokal yang sangat menonjol adalah kebijaksanaan hidup yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, kesusasteraan, dan naskah-naskah kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari masyarakat setempat yang melahirkannya.
Jawa, merupakan salah satu wilayah di nusantara yang memiliki sumber-sumber kearifan lokal yang sangat kaya dan beragam. Salah satu sumber dan wujud kearifan lokal yang berasal dari budaya Jawa adalah etika Jawa. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dalam etika Jawa terkandung tata nilai kehidupan Jawa, seperti norma, keyakinan, kebiasaan, konsepsi, dan simbol-simbol yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Jawa, misalnya tepa slira, rukun, andhap asor, unggah-ungguh, mawas diri, dan sebagainya.
Berdasarkan gambaran di atas Sekolah Dasar Negeri Kadungrejo I memandang perlu nguri-nguri kebiasaan yang berlaku di masyarakat sekitar yang pada akhir-akhir ini mulai luntur oleh derasnya globalisasi komunikasi. Untuk mengembalikan itu semua Sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan kembali etika jawa melalui penanaman karakter terhadap siswa. Langkah awal yang diambil adalah dengan memasukkan  pendidikan berbasis keunggulan lokal lebih dititikberatkan pada pendidikan Budi Pekerti (etika jawa) yang terintegrasi dengan mata pelajaran tertentu. Pilihan pendidikan keunggulan lokal ini didasarkan pada keinginan warga sekolah untuk menjadikan sekolah sebagai sekolah berkarakter Jawa
Etika Jawa pada intinya didasarkan pada pantas dan tidak pantas. Ada dua kaidah dasar dalam etika Jawa yaitu prinsip rukun dan prinsip hormat. Rukun bertujuan untuk mempertahankan keadaan harmonis. Rukun berarti berada dalam keadaan selaras, tenang dan tentram tanpa perselisihan dan pertentangan. Kaidah hormat menyatakan agar manusia dalam berbicara dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain sesuai derajat dan kedudukannya (Suseno, 2001: 39). Sistem etis yang berprinsip pada rukun dan hormat akan menghasilkan keselarasan hidup. Sistem etis bertujuan mengarahkan manusia pada keadaan psikologis berupa rasa ketenangan batin, kebebasan dari ketegangan emosional. Sistem ini di kenal dengan istilah harmoni maupun selaras.
Etika Jawa secara garis besar yang akan disampaikan pada siswa melalui dua cara. Pertama, melalui pituduh (wejangan, anjuran) yang isinya memberikan nasihat berupa anjuran. Kedua, melalui pepali (wewaler) artinya larangan agar anak-anak menjauhi perbuatan yang tidak baik. Nasihat dan larangan merupakan inti budi pekerti atau etika. Tujuan pemberian nasihat dan larangan adalah keadaan selamat atau slamet. Budi pekerti atau etika bagi anak-anak merupakan suatu keharusan. Budi pekerti atau etika Jawa disampaikan dari anak-anak kepada pihak lain yang memiliki posisi tidak sama (bertingkat). Etika Jawa dijalankan sebagai usaha untuk menjaga keselarasan hidup anak-anak pada masa yang akan datang.
Etika dalam masyarakat Jawa memiliki dimensi yang sangat luas, yaitu mencakup etika kepada Sang Maha Pencipta, etika kepada sesama manusia, dan etika kepada alam semesta. Manusia dikatakan menjadi manusia yang sebenarnya apabila ia menjadi manusia yang beretika yakni manusia yang secara utuh mampu memenuhi hajat hidup dalam rangka mengasah keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan sosial, antara rohani dan jasmani, antara manusia sebagai makhluk dengan Penciptanya.
Mengacu pada grand desain pendidikan karakter yang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, etika Jawa yang masih relevan untuk menjawab tantangan masa kini sehingga dapat dimanfaatkan untuk sumber pendidikan karakter dan budi pekerti bagi siswa antara lain sebagai berikut.
1. Religius, Eling Sangkan Paraning Dumadi
 Manusia Jawa berkeyakinan bahwa urip ana sing nguripake (hidup ada yang menghidupkan) dan suatu saat akan kembali kepada yang menghidupkan, yaitu Tuhan. Oleh karena manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan, maka manusia harus bersiap untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya selama hidup. Nasihat eling sangkan paraning dumadi menjadi pengingat agar manusia selalu menjaga sikap dan perbuatan di dunia karena kelak akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Tuhan. Sehingga dalam menjalani hidup manusia Jawa akan senantiasa golek dalan padhang, berbuat lurus, tidak melakukan hal-hal yang dilarang Tuhan. Sikap-sikap tersebut menunjukkan religiusitas masyarakat Jawa.
2. Urip Samadya
Dalam menjalani hidup, orang Jawa memegang prinsip urip samadya. Dengan sikap samadya manusia akan dapat mengukur kemampuannya, tidak memaksakan kehendak untuk meraih sesuatu yang tidak mungkin diraihnya. Sikap hidup samadya menjauhkan seseorang dari perbuatan yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan yang diinginkannya. Prinsip hidup ini juga melahirkan sikap nrima ing pandum, menerima segala yang diberikan Yang Maha Kuasa. Namun demikian, tidak berarti sikap hidup samadya dan nrima ing pandum ini diisi dengan bermalas-malasan, tanpa mau berusaha.
3. Memiliki Watak Rereh, Ririh, dan Ngati-Ati.
Rereh, artinya sabar dan bisa mengekang diri. Ririh, artinya tidak tergesa-gesa dalam bertindak, mempunyai pertimbangan matang untuk sebuah tindakan dan keputusan. Ngati-ati, artinya berhati-hati dalam bertindak (Herusatoto, 2000:83). Dengan sikap rereh, ririh, dan ngati-ati, berarti manusia dapat menguasai dirinya, menguasai nafsunya. Manusia akan sempurna bila dapat menguasai nafsu. Sementara itu, orang yang dikuasai nafsu akan berbahaya bagi orang-orang di sekitarnya. Dengan sikap rereh, ririh, dan ngati-ati tentu akan dapat melahirkan penyelesaian yang baik.
4.  Menjauhkan Diri dan Membenci Watak Adigang, Adigung, Adiguna.
Watak adigang adalah watak sombong, karena mengandalkan kekayaan dan pangkat. Watak adigung adalah watak sombong karena mengandalkan kepandaian dan kepintaran, lantas meremehkan orang lain. Watak adiguna adalah watak sombong karena mengandalkan keberanian dan kepintaran berdebat (Herusatoto, 2000:83). Sikap ini menjadikan seseorang bersikap sapa sira sapa ingsun, yang merupakan gambaran sikap sombong. Oleh karena itu, sikap-sikap ini harus dihindari. Seseorang justru harus bersikap ramah dan menghargai sesama manusia. Jangan berlaku seolah-olah menjadi manusia yang ”paling”.
5.  Aja Dumeh
Kata yang singkat ini mengandung ajaran yang sangat luas. Kata ini dapat diterapkan dalam berbagai sikap dan perbuatan, misalnya aja dumeh pinter, aja dumeh kuasa, aja dumeh kuwat, dan sebagainya. Aja dumeh sangat dekat dengan watak adigang, adigung, adiguna. Aja dumeh mengandung maksud “jangan mentang-mentang”. Sikap hidup aja dumeh akan membawa seseorang pada sikap rendah hati, sederhana, tidak merasa “paling” dibandingkan dengan orang lain di sekitarnya.
6.  Mawas Diri
Mawas diri adalah tindakan untuk melihat ke dalam diri sendiri, mengukur nilai dan kemampuan diri. Dengan mawas diri seseorang akan selalu berupaya melihat kekurangan diri sendiri. Sikap ini menjauhkan seseorang dari sikap merasa paling benar, sehingga tumbuh rasa saling menghargai sesama. Menyadari bahwa diri tidak sempurna  akan membuat seseorang menjadi tidak mudah mencela orang lain. Mawas diri menjauhkan seseorang dari sikap sombong.
7.  tepa slira
Tepa slira berarti tenggang rasa, tolerasi, menghargai orang lain, nepakke awake dhewe. Apabila kita merasa senang dan bahagia jika orang lain berperilaku baik kepada kita, maka hendaknya kita juga berusaha bersikap baik terhadap orang lain (Heru Satoto, 2000:94). Tepa slira adalah sikap individu untuk mengontrol pribadinya berdasarkan kesadaran diri. (Suseno, 2001: 61) Wujud sikap tepa slira adalah sikap menjaga hubungan baik dengan sesama sebagai anggota masyarakat. Seseorang yang memiliki sikap tepa slira tidak akan mburu menange dhewe, nggugu karepe dhewe, dan nuhoni benere dhewe. Bila sikap tepa slira ini bisa dimiliki oleh setiap orang maka akan tercipta kerukunan dalam masyarakat sehingga kehidupan akan lebih damai.
8.  Unggah-Ungguh
 Unggah-ungguh merupakan salah satu bentuk etika atau sikap manusia Jawa dalam menempatkan diri ketika bergaul dengan sesamanya. Seseorang yang memiliki dan memahami sikap unggah-ungguh akan mengetahui bagaimana cara bergaul dan berperilaku dengan orang yang lebih muda, sederajat, lebih tua, atau yang memiliki jabatan tertentu, bahkan dalam situasi tertentu. Dengan menerapkan unggah-ungguh dalam bergaul maka akan tercipta hubungan yang harmonis. Seseorang yang memiliki unggah-ungguh akan dapat menempatkan diri dalam menjalin pergaulan dengan orang lain sesuai dengan tempat dan situasinya, empan papan. Istilah lain unggah-ungguh adalah suba sita.
9.  Jujur
Jujur merupakan karakter yang sifatnya universal. Masyarakat Jawa pun menganggap sikap jujur sebagai etika yang harus dipegang teguh dan dimiliki oleh setiap orang Jawa. Hal ini tercermin dalam ungkapan-ungkapan Jawa seperti, jujur bakal mujur, artinya orang yang jujur akan mendapatkan keberuntungan. Kebalikannya adalah goroh growah, yaitu orang yang berbohong akan mendapat kerugian. Akhir-akhir ini, ungkapan jujur bakal mujur sering diplesetkan menjadi jujur bakal ajur atau jujur bakal kojur. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa dalam kehidupan masyarakat dewasa ini sering terjadi fenomena orang yang berperilaku jujur malah tidak beruntung, sementara yang tidak jujur malah beruntung. Melihat kondisi ini maka perlu dipahamkan bahwa keberuntungan yang didapatkan oleh orang jujur sesungguhnya tidak serta merta dan tidak hanya bersifat fisik. Artinya keberuntungan itu bisa jadi baru didapatkannya kelak dan hanya bisa dirasakan oleh batin. Oleh karena itu, sikap jujur jangan sampai ditinggalkan dan tetap yakin bahwa becik ketitik ala ketara, kebaikan akan terlihat dan keburukanpun akan tampak nyata.
10. Rukun
Hidup rukun selalu menjadi dambaan manusia yang hidup bermasyarakat. Demikian pula pada masyarakat Jawa yang juga mendambakan kehidupan yang selalu cinta damai. Cinta damai dapat terwujud jika antarsesama anggota masyarakat tersebut dapat hidup rukun. Sehingga dalam masyarakat Jawa terdapat ungkapan rukun agawe santosa, yaitu bahwa hidup rukun sesama manusia akan membuat kehidupan menjadi sentosa.
11. Kerja Keras
 Manusia Jawa tidak boleh lalai untuk selalu berupaya mencukupi kebutuhannya. Oleh karena itu manusia Jawa harus senantiasa bekerja keras akan mampu hidup mandiri dan layak tanpa bergantung pada belas kasihan orang lain. Sikap hidup semacam ini tercermin dalam ungkapan Jawa sapa ubet, ngliwet yaitu siapa yang kreatif dalam berusaha mencari rezeki, maka pasti akan mendapatkan hasilnya. Di samping itu, dalam bekerja manusia Jawa juga berprinsip bahwa bekerja tidak melihat pada besar kecilnya hasil yang harus diperoleh, tetapi lebih mementingkan apa yang harus dikerjakan. Hasil menjadi perkara belakangan, sebagaimana ungkapan sepi ing pamrih, rame ing gawe. Etos kerja ini sangat luar biasa karena menunjukkan semangat pengabdian yang besar. Orang yang bekerja dengan semangat pengabdian ini sangat diperlukan dalam membangun bangsa.


13. Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan sikap yang juga harus dimiliki oleh manusia Jawa. Sehingga dalam masyarakat Jawa ditemukan juga ungkapan tinggal glanggang colong playu yang arti harfiahnya meninggalkan gelanggang dan secara diam-diam melarikan diri. Ungkapan ini merupakan sindiran bagi seseorang yang suka lepas tangan, cuci tangan dari tanggung jawab yang seharusnya diembannya. Oleh karena itu, perilaku tinggal glanggang colong playu harus dihindari karena merupakan perilaku negatif dan jauh dari sikap ksatria sejati.
14. Rumangsa Melu Handarbeni, Rumangsa Wajib Hangrungkebi
Merasa ikut memiliki, merasa wajib membela. Sikap ini wajib dimiliki oleh setiap orang agar keadaan dan situasi terjaga dengan baik. Dengan merasa memiliki orang akan punya keinginan untuk menjaga dan melestarikan serta membela sesuatu yang menjadi miliknya. Sikap ini sangat tepat untuk ditanamkan kembali pada generasi ditengah-tengah keterpurukan bangsa. Bila generasi muda memiliki sikap ini mereka akan berupaya untuk turut berperan dalam memperbaiki kondisi bangsa dan tidak justru merusak citra bangsa.
15. memayu hayuning bawana
Memayu berarti membuat selamat. Sedangkan bawana berarti bumi. Memayu hayuning bawana merupakan sikap dan tindakan untuk menjaga keselamatan dan kelestarian bumi. Sikap ini perlu ditanamkan pada semua orang, termasuk generasi muda agar kerusakan bumi dapat dicegah sehingga bumi tetap lestari. Bila bumi terjaga maka manusia juga terhindar dari bencana, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan sebagainya. Memayu hayuning bawana juga bisa diterjemahkan sebagai sikap dan tindakan menjaga keselamatan bumi dari segi ketenteraman dan kedamaian. Jika penghuni bumi ini saling bertengkar dan berperang maka bumi pun akan rusak.
Demikianlah uraian mengenai beberapa etika dan sikap hidup yang ada dan berkembang dalam masyarakat Jawa yang dapat digunakan sebagai sarana pembentuk karakter siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Endraswara, Suwardi. 2003. Budi Pekerti dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya.
Hadiatmaja, H. Sarjana dan Kuswa Endah. 2009. Pranata Sosial dalam Masyarakat Jawa. Yogyakarta: CV Grafika Indah.
Herusatoto, Budiono. 2000. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.
Sastroatmodjo, Suryanto. 2006. Citra Diri Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi
Suseno, Franz Magnis. 2001. Etika Jawa Sebuah Analisis Filsafat tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia

soal tes cpns online 2014

Pendampingan 3 KegiatanOJL PKB KS/M Kabupaten Gresik

KEGIATAN ON THE JOB LEARNING
PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
KEPALA SEKOLAH/MADRASAH (PKB KS/M)
PROGRAM PRODEP
TAHUN 2014
DI KABUPATEN GRESIK
Tanggal 24 s.d 26 Nopember 2014

OJL di Kabupaten Gresik ini dilakukan untuk 2 BPU yang telah ditetapkan, yaitu BPU wajib dan BPU pilihan.Pada kunjungan ke 3 ini telah dilakukan kegiatan memantau/ monitoring Pengawas Sekolah yang sedang mendampingi Kepala Sekolah Binaan dalam melaksanakan OJL BPU Pilihan disekolah. 
Monitoring atau pendampingan oleh Widyaiswara/Pelatih terhadap pengawas yang sedang melakukan pendampingan terhadap kepala sekolah/madrasah di Kabupaten Gresik dengan menggunakan instrumen M & E yang telah tersedia. Hasil Monitoring atau pendampingan diberikan salinannya dan diarsipkan oleh Widyaiswara/Pelatih
Monitoring atau pendampingan oleh Widyaiswara/Pelatih kepada pengawas sekolah/madrasah yang sedang mendampingi Kepala sekolah/madrasah binaan di Kabupaten Gresik dilakukan oleh:2 (dua) orang Widyaiswara/Pelatih dan 1 (satu) petugas administrasi Monitoring atau pendampingan oleh Widyaiswara/Pelatih ini merupakan kegiatan OJL III tahap I
Menggunakan Instrumen M&E OJL PKB KS/M yang sudah dipersiapkan sebelumnya yang kemudian hasilnya diarsipkan oleh Widyaiswara/PelatihWaktu OJL III tahap 1  di kabupaten Gresik adalah 3 (tiga) hari terhitung mulai tanggal 24 s.d 26 Nopember 2014. Secara rinci diuraikan dalam tabel berikut. 

.No
Kegiatan
Tanggal Pelaksanaan
Ket
1
Widyaiswara /pelatih dan Admin melakukan koordinasi dengan pengawas Dinas Pendidikan /Kemenag Kab/Kota
24 -11- 2014

2
Pendampingan Terhadap PS /M ( 5 Orang ) beserta KS/M binaan ( 18 Orang ) di Wilayah kerja PS/KS
25 -11- 2014
Supak       : 9  KS
Sarpras    :  6 KS
Keuangan:  3 KS
Jumlah     :18 KS
3
Pendampingan Terhadap PS /M ( 5 Orang ) beserta KS/M binaan ( 22 Orang ) di Wilayah kerja PS/KS
26 -11- 2014
PPTK       :  8  KS
PPDB      :   7 KS
RKJM      :   7 KS
Jumlah     :22 KS
Tempat kegiatan OJL III tahap I adalah langsung di sekolah binaan Pengawas Sekolah/Madrasah Kabupaten Gresik, dengan melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan Pengawas Sekolah/Madrasah. Adapun lokasi kegiatan sebagaimana pada tabel di bawah ini.
No.
Hari / Tanggal
Tempat
Keterangan
1
Selasa,
25-11-2014
SDN Bungah Kec.Bungah Kabupaten Gresik
Supak       : 9  KS
Sarpras    :  6 KS
Keuangan:  3 KS
Jumlah     :18 KS
2
Rabu,
12-11-2014
SDN Golokan Kec.Sedayu Kabupaten Gresik
PPTK       :  8  KS
PPDB      :   7 KS
RKJM      :   7 KS
Jumlah     :22 KS

Hasil kegiatan Monitoring/Pendampingan OJL Pendampingan 3 tahap 1 PKB KS/M di kabupaten Gresik adalah :
1.   Mengetahui secara langsung perkembangan pelaksanaan tugas OJL Pengawas Sekolah/ Madrasah dalam melaksanakan pendampingan kepada Kepala Sekolah/Madrasah binaan sesuai RTL yang telah dibuat selama in 1 (dokumen RTL Pengawas dan Foto Kegiatan)
2.    Mengetahui secara langsung kegiatan OJL Kepala Sekolah/Madrasah di sekolah sesuai dengan RTL yang telah dibuat selama in 1 (dokumen RTL KS/M dan Foto Kegiatan)
3.    Pengawas Sekolah Kepala Sekolah/Madrasah telah melaksanakakan OJL BPU Pilihan
4.     Terpenuhinya berbagai tagiahan
·         RTL 5 BPU PILIHAN KS + PS
·         Instrumen monev BPU 5 KS oleh PS
·         Produk/Hasil
·         Penilaian Diri oleh KS sesuai BPU masing-masing KS

Kegiatan Monitoring/Pendampingan OJL Pendampingan 3 tahap 1 PKB KS/M di kabupaten Gresik yang dilakukan Widyaiswara/Pelatih sangat memberikan pencerahan kepada Pengawas Sekolah/Madrsasah bersama Kepala Sekolah/ Madrasah binaan dalam melaksanakan OJL PKB KS/M. Sehingga dapat memberikan alternatif pemecahan terhadap kendala-kendala yang dihadapi. Harapannya peserta mampu menyusun Laporan Kegiatan OJL yang akan dibawa ke kegiatan In 2.